whaaaa . TEST DIRIMUU DAN TEMUKANN KARAKTERMUU

Selasa, 07 April 2009

hee . gw cobaa-cobaa ikutann sebuahh test kepribadiaan gituu .. truss dibawah ini hasilnyaa .. haha XD
miripp bangett c . dann kayaknyaa mewakilii gw bangett .. kok bissaa yeaa ? haha . cobaa ajaa test diri luu di http://www.quizbox.com/personality/test82.aspx


Your view on yourself:
You are down-to-earth and people like you because you are so straightforward. You are an efficient problem solver because you will listen to both sides of an argument before making a decision that usually appeals to both parties.

The type of girlfriend/boyfriend you are looking for:
You are a true romantic. When you are in love, you will do anything and everything to keep your love true.

Your readiness to commit to a relationship:
You are ready to commit as soon as you meet the right person. And you believe you will pretty much know as soon as you might that person.

The seriousness of your love:
Your have very sensible tactics when approaching the opposite sex. In many ways people find your straightforwardness attractive, so you will find yourself with plenty of dates.

Your views on education
Education is very important in life. You want to study hard and learn as much as you can.

The right job for you:
You have plenty of dream jobs but have little chance of doing any of them if you don't focus on something in particular. You need to choose something and go for it to be happy and achieve success.

How do you view success:
You are confident that you will be successful in your chosen career and nothing will stop you from trying.

What are you most afraid of:
You are concerned about your image and the way others see you. This means that you try very hard to be accepted by other people. It's time for you to believe in who you are, not what you wear.

Who is your true self:
You like privacy very much because you enjoy spending time with your own thoughts. You like to disappear when you cannot find solutions to your own problems, but you would feel better if you learned to share your thoughts with a person you trust.

Read More......

MASYARAKAT MODERN DAN MANUSIA INDONESIA

baruu ajja kmarenn gw dikasii tugas tentang Ilmu Sosial Dasar dari dosenn gw .. yaah walaupunn gaa berhubungan juga c sama jurusan gw (Teknik Sipil) tapi tetep aja gw ga kecewa dapet ni tugas . Itung itung cari tau lebih banyak lagi tentang bangsa sendiri lebih tepatnya. Karena disini gw jadi lebih tau lagi kenapa bangsa Indonesia sulit mencapai kemajuan dan juga kenapa bangsa Jepang bisa sampai nyamain bangsa Barat. hff . Jadi gw ngeposting bagian makalah gw nih . semoga bermanfaat.

II.1 Masyarakat Modern dan Ciri-Ciri
Masyarakat modern adalah masyarakat yang mendasarkan aktifitas hidupnya dengan pertimbangan akal sehat tanpa menepiskan norma/nilai sosial budaya yang positif, yaitu nilai sosial yang mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat dan juga dimana sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini.

Menurut Lerner dalam Modernization: Social Aspect (1968), secara sosiologis masyarakat modern ditandai dengan
(1) pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
(2) partisipasi politik
(3) Mobilitas geografis dan sosial pada tingkat tinggi
(4) Transformasi kepribadian, yang cocok dengan pemungsian secara efisien lembaga-lembaga modern.
Suatu sumber wordpress.com pun membahas tentang masyarakat modern ini dan menyebutkan bahwa ciri dari masyarakat modern adalah sebagai berikut
a. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
b. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang saling mempengaruhi
c. Kepercayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
d. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesi yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
e. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
g. Ekonomi hampir seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat-alat pembayaran lain.
Adapun Inkeles dan Smith menyebutkan bahwa ciri-ciri manusia modern didasarkan pada penelitian. Mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern. Inkeles dan Smith menyatakan bahwa individu modern memiliki ciri-ciri yang sama disetiap bangsa, menurut mereka manusia modern adalah:
1. Seorang warga negara yang berpartisipasi
2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi
3. Sangat bebas dan otonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh tradisional terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya
4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur.
5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan
6. Punya kesanggupan merencanakan
7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam
8. Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yang lainnya

II.2 Ciri Masyarakat Indonesia
Mochtar Lubis, seorang pengarang dan wartawan legendaris, dalam pidato kebudayaan tanggal 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, menyebutkan beberapa ciri manusia Indonesia yang kemudian dibukukan dengan judul “Manusia Indonesia.” Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Hipokritis atau munafik. (halaman 23)
“Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang” merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak meraka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
Contohnya di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Banyak yang pura-pura alim, tetapi begitu sampai di luar negeri kemudian mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.

b. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. (halaman 26)
“Bukan saya” adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Dalam setiap pemeriksaan kasus korupsi sang pejabat biasanya enggan “menjawab” interogasi, apalagi “menanggung” kesalahan dia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat dengan cepat membela diri dengan mengatakan, “Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

c. Berjiwa feodal (halaman 28)
Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.

d. Masih percaya takhayul (halaman 32)
Dulu dan sekarang juga masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang itu punya kekuataan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua.
Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi suka membuat lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir hantu kita memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita.

e. Artistik (halaman 38)
Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan beraneka macamnya, variasi warna-warninya. ”Bagi saya ciri artistik ini yang paling memesonakan, merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan,” tulis Pak Mochtar.

f. Tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta (halaman 41)
Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Mudah sekali senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.

g. Watak yang lemah (halaman 39)
Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

h. Lebih suka tidak bekerja keras (halaman 41)
Manusia Indonesia tidak suka bekerja keras kecuali kalau terpaksa. Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea atau dengan mudah mendapat gelar serjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya segera dapat pangkat dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya.

i. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu (halaman 42)
Tetapi menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama perasaan dengan dia.

j. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia.

k. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok (halaman 43)
Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus.

l. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru.
Kepribadian kita sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang memesonakan kita. Banyak nyang jadi koboi cengeng jika koboi-koboian lagi mode, jadi hipi cengeng jika sedang musim hipi.
Manusia Indonesia, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh, berkhianat, membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung bermalas-malas akibat alam kita yang murah hati.
Selain mengupas yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik dari manusia Indonesia. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.

II.3 Bangsa Jepang Cepat Maju dan Sejajar dengan Bangsa Barat
Di dalam buku Rahasia Bisnis Orang Jepang (Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia) karya Ann Wan Seng dipaparkan beberapa faktor mengapa bangsa Jepang dapat lebih maju hingga sejajar dengan bangsa barat.
Setelah bom atom Amerika menghujam jantung kota Jepang tahun 1945, semua pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang akan segera mengalami kebangkrutan. Namun, dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang ternyata mampu bangkit dan bahkan menyaingi perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti, pendapatan per kapita dan taraf hidup rakyatnya yang menempati posisi kedua tertinggi di dunia. Pada pertengahan era 1990-an saja, Produk Nasional Bruto (PNB) Jepang mencapai US$ 37,5 miliar. Angka tersebut sekaligus menempatkan posisi Jepang di belakang Swiss yang memiliki PNB tertinggi di dunia yang berjumlah US$ 113,7 miliar. Selain itu Jepang juga tidak memiliki utang luar negeri.
Menurut bangsa Jepang, kekalahan dapat ditebus dengan kemenangan dan keberhasilan dalam bidang lain. Bangsa Jepang tidak pernah menyerah dengan segala kekurangan dan kelemahan pada diri mereka. Meskipun sumber alamnya minimal, terancam gempa bumi dan angin topan, namun mereka menggunakan segala potensi yang ada untuk membangun negara agar sebanding dengan negara yang kaya dengan sumber alam. Mereka pintar menempatkan dan memanipulasi segala sumber yang ada sebaik mungkin. Bangsa Jepang cepat dan tanggap bertindak dan tidak menunggu peluang datang, tetapi mencari dan menciptakan sendiri peluang tersebut.
Kemampuan Jepang bangkit dari kerusakan akibat perang dan kehancuran perekonomian dianggap sebagai sebuah keajaiban. Meski demikian, keberhasilan yang dirasakan Jepang tidak dicapai dalam waktu singkat. Sebenarnya, tidak ada satu keajaiban pun yang membantu perkembangan dan kemajuan perekonomian Jepang. Semua diperoleh dari hasil kesungguhan, disiplin ketat, usaha dan semangat kerja keras (spirit Bushido) rakyatnya yang diwarisi secara turun-temurun. Disiplin bangsa Jepang dikaitkan dengan harga diri (disiplin Samurai). Jika mengalami kegagalan, maka bukan organisasi dan perusahaan yang menanggung malu, namun para pekerja yang merasa malu dan kehilangan harga diri.
Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran. Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Pada tahun 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika (1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan Prancis (1.680 jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat kerja (hlm. 70). Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja orang Indonesia yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang pulang kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang tidak penting, malas dan tidak produktif. Bahkan istri-istri orang Jepang lebih bangga bila suami mereka ”gila kerja” bukan ”kerja gila”. Sebab hal itu juga menjadi pertanda suatu status sosial yang tinggi.
Bangsa Jepang menjadikan dirinya sebagai penyerap pola pikir dan cara hidup bangsa Barat. Bahkan karena proses semacam itu ada yang menyebut Jepang sebagai murid bangsa Barat. Namun terbukti langkah itu mampu membawa Jepang menjadi negara dengan kekuatan militer dan ekonomi yang patut diperhitungkan. Jepang yang sebelumnya tabu dalam soal politik dalam negeri, kemudian juga mengijinkan berdirinya Seiyukai Party (Partai Liberal) dan Minseito Party (Partai Progresif)
Keberhasilan Jepang mempertahankan statusnya sebagai “Bapak Naga Asia” banyak dibantu oleh budaya kerja dan perdagangan rakyatnya. Agar produk mereka mampu bersaing di dunia Internasional, Jepang tidak hanya memperbaiki dan meningkatkan kualitas produknya, melainkan juga menciptakan berbagai barang lain yang diperlukan konsumen baik ditingkat mikro maupun makro. Sehingga perusahaan Jepang bersedia menghabiskan jutaan rupiah (sekitar 45 % dari anggaran belanjanya) untuk membiayai penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan inovasi dan mutu produk. Selain itu mereka juga meletakkan kepercayaan dan jaminan kualitas sebagai aset terpenting pemasaran dan perdagangan (hlm.152). Tidak salah beberapa produknya menduduki posisi pertama dan menjadi pilihan konsumen karena lebih ekonomis, bermutu, mudah digunakan dan memiliki berbagai fungsi. Seperti Matsushita yang merupakan contoh terbaik perusahaan yang berhasil memecahkan dominasi dan monopoli perusahaan Barat. Begitu juga Walkman produk Sony yang menimbulkan fenomena luar biasa dikalangan remaja pada era 1980-an. Produk itu juga mencetuskan revolusi baru dalam perkembangan elektronik dan audio visual.
Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang membantu keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan produk buatan negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna utama produk lokal dan pada saat yang sama juga mencoba mempromosikan produk made in Japan ke seluruh dunia dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya. Dimana saja mereka berada bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas dan jati diri mereka.
Minat dan kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka merendahkan diri untuk belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan produk barat demi memenuhi kepentingan pasar dan konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru tetapi mereka memiliki daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika, rasional dan kajian empiris untuk menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa Jepang melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk menghasilkan inovasi yang sesuai dengan selera pasar.
Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan perdagangan. Kedua elemen itu menjadi dasar kemakmuran ekonomi yang dicapai Jepang sampai saat ini. Seperti pahlawan dalam cerita rakyat Jepang, si samurai buta Zatoichi, Jepang harus memastikan segala-galanya, termasuk rakyatnya, senantiasa bergerak cepat menghadapi perubahan disekelilingnya. Jika semuanya berhenti bergerak, maka ekonomi Jepang akan runtuh seperti Zatoichi yang luka dan mati karena gagal mempertahankan diri dari serangan musuh. Karena ia tidak bergerak dan hanya dalam keadaan statis (hlm.292).
Jepang nampaknya bisa dijadikan contoh tentang bagaimana upaya penyerapan pola pikir dan cara hidup bangsa lain bisa menjadi titik tolak perubahan bangsa. Dimulai dengan Restorasi Meiji (1867 – 1912) yang sangat terkenal, Jepang akhirnya berubah pesat menjadi salah satu kekuatan dunia. Sebelum itu, Jepang adalah negara tertutup yang membatasi hubungannya dengan bangsa lain. Amerika Serikat bahkan harus mengirimkan delegasi sebanyak 2 kali untuk meminta Jepang membuka hubungan dengan negara tersebut.
Untuk membangun bangsa menuju ke arah yang lebih baik, rakyat Jepang percaya bahwa mereka membutuhkan generasi yang lebih pandai. Karena itulah, pendidikan merupakan pilar utama yang harus ditegakkan sebelum melaju ke bidang-bidang yang lain. Jepang pun pada masa itu kemudian menyusun gerakan Bummeikaika, atau gerakan memperadabkan bangsa Jepang. Gerakan tersebut dilaksanakan dengan pembaharuan pendidikan, terutama mendorong bangsa Jepang untuk meninggalkan feodalisme dan mengedepankan logika. Pembaharuan di bidang pendidikan tersebut dijalankan secara bersamaan dengan upaya melestarikan nilai-nilai tradisional, terutama nilai keagamaan. Terbukti kemudian, Jepang menjadi bangsa yang bergerak jauh ke depan tetapi tetap menginjak budayanya sendiri.
Langkah Jepang dengan menjadikan dirinya sebagai murid bangsa lain adalah langkah yang tepat. Bagaimanapun, selalu diperlukan model panutan bagi siapapun yang akan menuju ke arah tertentu. Jepang telah memilih dengan tepat apa yang mereka anut dan apa yang mereka ambil untuk kemajuan bangsanya. Tidak mengherankan jika kurang dari 100 tahun sejak Restorasi Meiji dimulai, Jepang berubah dari rumput pegunungan yang tenang tak dikenal menjadi pemimpin besar di kawasan Asia Tenggara.

II.4 Bangsa Indonesia Lambat Maju
Dalam hal membicarakan kelemahan-kelemahan dalam mentalitas bangsa untuk pembangunan , perlu dibedakan dua hal :
f Konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan, dan sikap mental terhadap lingkungan kita yang sudah lama mengendap dalam alam pikiran kita karena terpengaruh atau bersumber kepada sistem nilai budaya sejak beberapa generasi yang lalu
Suatu hal yang tidak cocok dengan jiwa pembangunan dalam hal ini adalah bahwa konsep yang dilakukan tidak bersumber pada suatu nilai budaya yang berorientasi terhadap hasil dari karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented) tetapi hanya terhadap amal dari karya misalnya mentalitas petani yang tidak biasa berspekulasi tentang hakekat dari hidup, dari karya dan hasil karya manusia bila ditanya mengenai hal itu akan mengajukan jawaban bahwa manusia itu bekerja keras untuk dapat makan. Mentalitas petani pun mempunyai persepsi waktu yang terbatas. Sebagian besar dari keputusan-keputusan penting dan arah orientasi hidup petani ditentukan oleh keadaan masa kini. Selain itu, mentalitas petani Indonesia menilai tinggi suatu konsep sama-rata-sama-rasa. Suatu konsep ini memberikan suatu landasan yang kokoh bagi rasa keamanan hidup kepadanya akan tetapi konsep ini juga menimbulkan sikap konformisme yang besar (orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol diatas yang lain). Sifat konformisme inilah agak bertentangan dengan jwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari pihak individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
f Konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan, dan sikap mental terhadap lingkungan kita yang baru timbul sejak zaman revolusi, dan yang sebenarnya tidak bersumber pada sistem nilai budaya kita.
Sifat-sifat kelemahan yang bersumber pada kehidupan penuh keragu-raguan dan kehidupan tanpa pedoman dan orientasi yang tegas itu adalah :
a. Sifat mentalitas yang meremehkan mutu
b. Sifat mentalitas yang suka menerabas
c. Sifat tak percaya kepada diri sendiri
d. Sifat tak berdisiplin murni
e. Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh
Hal-hal tersebut disebutkan oleh Koentjaraningrat karena kebutuhan akan kualitas dari hasil karya kita dan rasa peka terhadap mutu sudah hampir hilang. Ini rupanya akibat otomatis dari kemiskinan menghebat yang melanda bangsa ini sampai tak sempat memikirkan mengenai mutu dari pekerjaan yang dihasilkan dan mutu barang dan jasa yang kita konsumsi. Sifat mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuannya secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara langkah demi langkah yang mudahnya disebut “mentalitas menerabas” pun merupakan akibat dari mentalitas yang meremehkan mutu diatas. Dalam masyarakat Indonesia sekarang ini tampak terlampau banyak usahawan baru yang mau saja mencapai dan memamerkan taraf hidup yang mewah dalam waktu secepat-cepatnya dengan cara yang tak lazim atau dengan cara “menyikat keuntungan sebesar-besarnya mumpung ada kesempatan” tanpa mau merasakan pahit getirnya masa permulaan berusaha.
Beberapa penyebab sulitnya perubahan di dalam kehidupan berbangsa dapat diuraikan sebagai berikut :
• Pertama, belum adanya pelopor perubahan.
Ketiadaan pelopor perubahan membuat masyarakat tidak berdaya melakukan perubahan itu sendiri. Apalagi, masyarakat Indonesia tumbuh dalam budaya yang berorientasi pada pemimpin atau pelopor. Ketidakberdayaan tersebut akhirnya menjadikan masyarakat sebagai korban permainan sebagian elit politik pemimpin bangsa yang menjalankan praktek-praktek politik yang cenderung manipulatif di mata rakyat.
• Kedua, penegakan hukum yang lemah.
Hukum telah menjadi permainan di depan mata rakyat. Oknum-oknum bangsa yang telah terbukti tercela, pada akhirnya tidak tersentuh oleh hukum karena memiliki kekuatan politik. Rakyat akhirnya mengalami keputusasaan melihat kenyataan tersebut. Keputusasaan rakyat melahirkan apatisme terhadap kondisi bangsa, sehingga masyarakat cenderung mengutamakan kepentingan pribadi masing-masing. Lemahnya penegakan hukum juga membuat masyarakat mengambil jalan “alternatif” dalam memecahkan persoalan, yang pada gilirannya melahirkan praktek kolusi dan bahkan kriminalitas.
• Ketiga, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya “investasi”.
Investasi dalam tanda kutip di atas bermakna jauh lebih luas dari sekedar arti dalam ilmu ekonomi. Investasi yang dimaksud adalah sesuatu yang dilakukan saat ini untuk dituai hasilnya pada masa yang akan datang. Masyarakat Indonesia kini, sebagian besar cenderung belum mau dan mampu berpikir jauh ke depan. Oleh karena itu, apa yang dilakukannya lebih ditujukan untuk mengambil manfaat langsung.

II.5 Sikap yang Harus Dilakukan Untuk Meningkatkan Kemajuan Bangsa Indonesia
Beberapa hal yang dapat dilakukan mahasiswa dan pelajar untuk meningkatkan kemajuan Indonesia kearah yang lebih baik adalah :
• Masyarakat Indonesia membutuhkan pihak yang memberi mereka masukan, mendidik mereka tentang pola pikir dan cara hidup yang lebih baik, dan tanpa lelah terus mensosialisasikan pola pikir dan cara hidup yang lebih baik itu melalui berbagai media.
Apa yang bisa ditransfer dari masyarakat luar negeri ke masyarakat Indonesia? Jawabannya sederhana, yaitu segala sesuatu yang berpotensi membawa masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang lebih maju dan lebih baik.
• Mahasiswa Indonesia di Jepang bisa mensosialisasikan budaya membaca di masyarakat. Mereka wajib mencari tahu bagaimana sejarahnya hingga masyarakat Jepang tumbuh menjadi penggila buku. Jangan pula dilupakan untuk mengamati, bagaimana orang tua di Jepang mendidik anaknya gemar membaca, fasilitas dan kemudahan macam apa saja yang diberikan pemerintah untuk hal ini, dan bagaimana masyarakat mendukung budaya membaca agar berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
Tidak ada salahnya memang, apabila setelah pulang, mahasiswa Indonesia di Jepang bercerita tentang kereta api yang super cepat, penerapan teknologi maju di segala bidang atau robot yang mulai dimanfaatkan dalam berbagai keperluan. Namun, mereka juga memiliki kewajiban untuk memaparkan sifat dan sikap orang seperti giat bekerja, gigih, hidup bersih dan teratur, mengutamakan pendidikan, terbuka terhadap hal-hal baru, inovatif dengan tetap melestarikan budaya warisan leluhurnya.
Masyarakat Indonesia juga perlu tahu bagaimana anak-anak Jepang di sekolah, apa yang mereka lakukan, kebiasaan membaca mereka, bagaimana sikap guru terhadap murid atau fasilitas semacam apa saja yang seharusnya ada di sekolah. Tidak ketinggalan adalah bagaimana kebijakan yang diterapkan negara dalam bidang pendidikan.
• Begitu pula mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Singapura. Mereka memiliki kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang budaya bersih, tertib dan teratur yang diterapkan di negara tersebut. Mahasiswa Indonesia di Korea Selatan mungkin saja mengamati proses pengorganisasian buruh sehingga menjadi kekuatan kaum pekerja yang tangguh. Sedangkan mereka yang belajar di Amerika Serikat, bisa menjadi agen perubahan untuk kehidupan berpolitik yang lebih transparan dengan masyarakat yang lebih berdaya.
• Intinya, mahasiswa Indonesia di luar negeri harus merubah paradigmanya tentang apa yang harus dibawa pulang. Jika di masa lalu dan kini, transfer yang dilakukan lebih pada hasilnya maka di masa datang transfer harus dilakukan lebih pada prosesnya.
Contoh nyata dari hal itu adalah cerita mengenai robot di Jepang. Selama ini, masyarakat Indonesia hanya tahu bahwa robot telah menjadi produk yang tidak asing di masyarakat Jepang. Produk robot telah begitu canggih sehingga tidak lama lagi akan mampu menjalankan beberapa pekerjaan yang biasa dilakukan manusia. Hasilnya, masyarakat Indonesia terkagum-kagum dan merasa semakin tidak mampu mengejar ketertinggalannya atas masyarakat Jepang.
Ke depan, cerita semacam itu harus lebih ditekankan pada prosesnya. Bagaimana sehingga Jepang mampu menguasai teknologi robot yang begitu canggih. Mahasiswa Indonesia di luar negeri harus mampu memaparkan latar belakang kenyataan itu. Misalnya bagaimana dukungan dunia usaha terhadap penelitian mahasiswa. Bagaimana peran pemerintah dan bagaimana penyelenggaraan kompetisi robot tahunan yang kian menantang. Lebih jauh lagi adalah bagaimana Jepang mengenal robot dan bagaimana mereka mengembangkan itu dari titik nol hingga pencapaian saat ini.
Proses semacam itu harus diterapkan dalam semua sisi alih informasi. Tidak hanya bercerita tentang bagaimana bersihnya kereta api di Jepang, tetapi lebih kepada bagaimana masyarakat, perusahaan kereta api dan pemerintah Jepang memperjuangkan semua itu. Tidak hanya bercerita tentang tingginya penguasaan teknologi di kalangan siswa SD di Jepang, tetapi tak ketinggalan pula cerita tentang sikap orang tua, guru, anggaran pemerintah di bidang pendidikan, peran dunia usaha dan peran televisi sebagai media hiburan dan pendidikan.
Fungsi sebagai agen perubahan tersebut dapat dijalankan oleh mahasiswa Indonesia dengan berbagai cara. Misalnya menulisnya di media massa, melaksanakannya di lingkungan terkecil dan menyampaikannya secara langsung ke masyarakat melalui berbagai forum baik itu besar maupun kecil. Namun yang terbaik dari semua proses itu tentu saja adalah dengan menerapkannya dalam lingkungan terkecil agar menjadi contoh nyata bagi masyarakat Indonesia.
Perubahan memang tidak akan berjalan dengan cepat. Mungkin akan dibutuhkan waktu yang lama, bahkan sangat lama untuk bisa menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih baik. Justru karena itulah, proses perubahan itu harus dilakukan secepatnya. Dengan demikian, generasi masyarakat Indonesia setelah ini berkesempatan menjadi generasi yang lebih baik dengan kehidupan sosial yang lebih baik karena memiliki pola pikir dan cara hidup yang lebih baik pula. Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa maju seperti Jepang. Indonesia memiliki sumber alam melimpah, tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan geografis yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah pasti pemerintah serta masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya. Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.
Adapun menurut Koentjaraningrat, untuk membentuk mentalitas pembangunan terlebih dahulu diperlukan suatu bayangan ke depan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang ingin dicapai dalam pembangunan. Hal itu belum dikonsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai suku bangsa, aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikan banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing-masing yang berlainan satu dengan yang lainnya tetapi suatu konsep konkret untuk dituju bersama belum ada. Jadi jelas bahwa model dari masyarakat-masyarakat yang sekarang sudah maju tak mungkin lagi dapat dicontoh begitu saja, karena memang sukar untuk mengajar suatu hal yang sudah terlampau jauh di depan. Bahkan model masyarakat Jepang pun tidak dapat kita tiru karena lingkungan alam, komposisi penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan, sistem nilai budaya, dan agama-agama di negara kita memang berbeda dengan di Jepang. Walaupun demikian, walaupun bangsa ini belum mempunyai bayangan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang sebenarnya ingin dicapai bersama, tetapi jelas bahwa kita harus berusaha untuk menjadi lebih makmur dari sekarang, lebih berusaha menyempurnakan demokrasi bangsa, dan berusaha menghasilkan karya yang lebih dapat dibanggakan. Untuk mencapai keadaan yang lebih makmur dari pada sekarang diperlukan sifat-sifat mental dalam usaha mempertinggi kapasitas membangun kita, seperti :
1. Nila yang berorientasi terhadap achievement dari karya
2. Nilai yang mementingkan eksplorasi
3. Sifat hemat
4. Jiwa bersaing
Beberapa nilai budaya yang perlu dimiliki oleh lebih banyak manusia Indonesia dari semua lapisan masyarakat adalah
a. Nilai budaya yang berorientasi ke masa depan
Suatu nilai budaya semacam ini akan mendorong manusia untuk melihat dan merencanakan masa depannya dengan lebih seksama dan teliti dan oleh karena itu akan memaksa manusia untuk hidup berhati-hati dan berhemat. Kita semua tahu bahwa sikap hemat yang meluas itu amat perlu untuk memungkinkan suatu bangsa menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk mengakumulasi modal.
b. Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan alam
Suatu nilai semacam ini akan menambah kemungkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi. Pembangunan yang memerlukan usaha untuk mengintensifkan produksi tentu tak bisa tidak harus memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan. Mungkin ada yang beranggapan bahwa kita tak perlu mengembangkan suatu mentalitas yang menilai tinggi inovasi, karena kita tak perlu lagi mengembangkan teknologi. Sudah banyak bangsa-bangsa yang melakukannya sehingga kita hanya perlu membeli saja teknologi yang sudah mereka kembangkan. Akan tetapi teknologi tersebut pada kenyataannya memerlukan suatu adaptasi dan tidak dapat langsung dipakai begitu saja. Adapun usaha untuk melakukan adaptasi itu, sering merupakan suatu proses yang sama sulitnya dengan mengembangkan teknologi yang baru. Usaha mengadaptasi teknologi yang baru juga tidak hanya memerlukan suatu mentalitas yang menilai tinggi hasrat bereksplorasi tetapi juga mutu dan ketelitian.
c. Nilai budaya yang menilai tinggi usaha orang dapat mencapai hasil, sedapat mungkin atas usaha sendiri
Suatu nilai semacam ini bila diextremkan tentu ada bahayanya yaitu akan menuju kearah individualisme. Tentu kita harus mencegah bahaya ke arah perkembangan secara extreme tersebut karena suatu nilai seperti itu akan menghilangkan dasar dari rasa keamanan hidup kita.
Dengan kata lain, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat explorasi dalam kapasitas inovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan berani bertanggung jawab sendiri.

Read More......